Monday, July 21, 2014
Kuliah sambil kerja.. bisa Seimbangkah?
Kerja sambilan seolah menjadi hal biasa di kalangan
mahasiswa. Namun Apakah hal ini efektif pada saat seorang mahasiswa sedang
dituntut untuk menuntut ilmu ?
Mahasiswa memang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan
dengan siswa sekolah setingkat SD, SMP, maupun SMA (pendidikan dasar). Mereka
memiliki tempat tertinggi di jenjang pendidikan. Sistem pembelajaran pun juga
berbeda sehingga menjadi salah satu faktor pendukung keunikan tersebut. Pada
jenjang pendidikan dasar tersebut, kita tak pernah menemui istilah-istilah
seperti IPK, SKS, skripsi, dosen, dsb. Lama waktu pembelajarannya pun tak
sepadat sekolah-sekolah formal biasa, cukup dengan 3 hingga 4 jam perhari.
Sementara itu, kerapkali kita melihat mahasiswa itu seperti tak pernah kuliah.
Datang ke kampus, kuliah menunggu dosen, jika dosen tidak ada mereka akan
pulang atau ke kantin.
Anggapan seperti itu rupanya terlanjur melekat pada diri
mahasiswa. Tapi, hal itu tidak sepenuhnya benar. Mahasiswa yang jeli melihat
waktu-waktu kosong, tak ada dosen atau sehabis pulang kuliah tak ada kegiatan,
mereka akan memanfaatkan waktu itu untuk hal-hal yang berguna. Salah satunya
adalah kerja sambilan.
Fenomena kerja sambilan ini sangat menarik. Apalagi,
ditambah adanya peluang berwirausaha bagi mahasiswa. Namun, seperti biasa suatu
hal memiliki pengaruh positif dan negatif. Pengaruh baik dan buruk tersebut
dihadapkan pada prestasi kuliah. Pada akhirnya timbul pertanyaan, apakah
mahasiswa yang kuliah dengan kerja sambilan mampu mengikuti kegiatan
kuliah dengan baik atau malah kuliahnya terabaikan ?. Mari kita telusuri pada
beberapa kisah berikut.
Adalah Hafiz Al Huda, mahasiswa D3 Desain Komunikasi
Visual (DKV) Universitas Sebelas Maret yang bekerja di CV Nasuha, sebuah
perusahaan marketing milik orang tuanya. Hafiz memulai pekerjaannya sejak duduk
di semester satu. Bermula dari bantu – bantu jika ada waktu senggang membuatnya
lama kelamaan tertarik untuk menjalani pekerjaan tersebut. Mulai semester dua
ia mulai aktif menekuninya.
Motivasinya menggeluti pekerjaan ini adalah untuk mencari
pengalaman kerja dan membantu orang tua. Walaupun banyak menyita waktu, selama
ini kuliah dan prestasinya di kampus tidak terganggu. Kuncinya adalah
pandai–pandai mengatur waktu antara kuliah, bekerja, dan juga
ber-freshing dengan teman–teman. Sehari–hari ia bekerja pada pagi hari dan
kuliah pada siang hari. Hafiz berpesan agar antara kuliah dan pekerjaan harus
tetap seimbang. Kuliah tetap prioritas karena itu yang utama.
Orang tua pun mendukung Hafiz bekerja sambil kuliah, karena
menurut mereka membagi waktu antara bekerja dan kuliah merupakan proses
pembentukan jiwa wirausaha anak. Oleh karena itu, ini mereka tanamkan
mulai dari sekarang. Mereka percaya bahwa putranya mampu membagi waktu antara
waktu kuliah dan pekerjaannya.
Pimpinan perusahaan yang juga ayah Hafiz sendiri, Marzuli,
megungkapkan bahwa beliau cukup puas dengan hasil pekerjaan anaknya. Walaupun
kerja sambil kuliah, namun ia jarang terlambat dalam bekerja. Saran beliau
untuk mahasiswa yang kuliah sambil kerja adalah tetap positif thingking bisa
membagi waktu antara kerja dan kuliah, dan yang paling penting buang jauh –
jauh gengsi karena kuliah sambil bekerja.
Cerita senada juga dialami oleh Pinda Prasetiawan,
seorang mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan FP UNS termotivasi untuk bekerja
sambilan dengan alasan, selagi masih muda carilah ilmu dan pengalaman
sebanyak-banyaknya. Motivasi itu ternyata juga didukung oleh orang tuanya. Saat
ini ia bekerja sambilan sebagai broker baju dan HP. Pekerjaan itu tak
jarang bisa menghasilkan pendapatan antara Rp.500.000,00 sampai Rp.1.000.000,00
perbulan bergantung pada banyak sedikitnya pelanggan. Kuliah sambil kerja
sambilan memang dirasanya seringkali berbentrokan. Tapi ia menerapkan manajemen
yang baik antara waktu kuliah dan kerja sambilan dengan baik. Saat kuliah fokuskan
pada kuliah dan saat kerja fokuskan pada pekerjaan, selain itu, luruskan niat
dan jalani semuanya dengan baik sebab uang bukanlah segalanya. Strategi dan
motivasi itu pula yang membantunya meraih IPK terbaik serta sering diberi
amanah oleh jurusan untuk mengikuti berbagai lomba. Rupanya kerja sambilan bagi
Pinda memberikan nilai plus tersendiri. Bukan hanya menambah pengalaman kerja,
prestasinya pun bisa mengimbangi kesibukannya dalam bekerja.
Lain halnya dengan dengan Pinda, Fajar, mahasiswa Agroteknologi
semester tiga sempat terganggu kuliahnya sehingga IPK-nya menurun, lantaran
bekerja sambilan. Dia tidak bisa mengambil SKS secara penuh. Hal itu disebabkan
karena fokus kuliahnya harus terbagi dengan kerja sambilannya. Kebetulan, dia
bekerja di usaha milik ayahnya yaitu penggilingan padi. Sehari rata-rata ia
bekerja selama kurang lebih 6 jam. Maka, tak heran waktu yang cukup banyak
digunakan untuk kerja sambilan ini juga berpengaruh pada prestasinya dalam
kuliah. Walaupun begitu, dia bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp.500.000
perbulan. Saat ini ia sedang lebih memfokuskan diri pada kuliahnya. Sejalan
dengan niatnya itu, orang tuanya mendukung bahwa kuliah harus tetap dijalani
dan sebisa mungkin cepat diselesaikan agar dapat langsung bekerja di usaha
keluarga, tanpa dibebani kuliah lagi.
Secuil kisah mahasiswa di atas setidaknya memberikan
gambaran perbandingan tentang bagaimana pengaruh kerja sambilan dengan prestasi
kuliah. Dampak buruk atau baik pada prestasi untuk setiap mahasiswa
berbeda-beda. Hanya sekarang tinggal bagaimana mereka mau menjalani keduanya
secara seimbang atau malah harus melepaskan kerja sambilan demi kepentingan
kuliah dan prestasinya.
Bagaimana dengan Anda? Hehe.. ^^
0 comments